Banyak wacana di seputar peristiwa Isra’ wal Mi’raj Nabi SAW.
Sebagian saya tuliskan di bawah ini. Namun satu hal yang ingin saya
sampaikan di sini adalah, sisi lain arti di balik peristiwa besar ini.
Semua sepakat (walau ada yang berpendapat lain), bahwa dalil naqli isra’
adalah surat Al-Isra’ ayat pertama.
1. Hukum Peringatan Isra’ wal Mi’raj:
Sampai sekarang masih menjadi polemik perihal boleh dan tidaknya
peringatan hari Isra’ dan Mi’raj setiap tanggal 27 Rojab. Di zaman nabi
sendiri tidak pernah diperingati. Nabi Muhammad adalah orang yang paling
banyak memberi nasehat kepada manusia, beliau telah menyampaikan
risalah kerasulannya dengan sebaik-baiknya, dan menjalankan amanat
Tuhannya dengan sempurna, oleh karena itu jika upacara peringatan malam
isra’ dan mi’raj serta bentuk bentuk pengagungannya itu berasal dari
agama Allah, tentunya tidak akan dilupakan dan disembunyikan oleh
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam, tetapi karena hal itu tidak
ada, jelaslah bahwa upacara dan bentuk bentuk pengagungan malam tersebut
bukan dari ajaran Islam sama sekali.
2. Pengertian Isra’ wal Mi’raj:
Isra’ wal Mi’raj Nabi Muhammad SAW merupakan salah satu peristiwa
penting bagi umat Islam karena pada peristiwa ini Nabi Muhammad SAW
mendapat perintah untuk menunaikan Shalat lima waktu sehari semalam.
Isra Mi’raj terjadi pada tanggal 27 Rajab tahun 11 Hijriah. Pada
peristiwa Isra Mi’raj dapat dikatakan terbagi dalam 2 peristiwa yang
berbeda.
Dalam Isra’, Nabi Muhammad SAW “diberangkatkan” oleh Allah SWT dari
Masjidil Haram hingga Masjidil Aqsa. Lalu dalam Mi’raj Nabi Muhammad SAW
dinaikkan ke langit sampai ke Sidratul Muntaha yang merupakan tempat
tertinggi. Di sini Beliau mendapat perintah langsung dari Allah SWT
untuk menunaikan Shalat lima waktu.
Bagi umat Islam, peristiwa tersebut merupakan peristiwa yang
berharga, karena ketika inilah shalat lima waktu diwajibkan, dan tidak
ada Nabi lain yang mendapat perjalanan sampai ke Sidratul Muntaha
seperti ini. Walaupun begitu, peristiwa ini juga dikatakan memuat
berbagai macam hal yang membuat Rasullullah SAW sedih. Seringkali
masyarakat menggabungkan Isra’ wal Mi’raj menjadi satu peristiwa yang
sama. Padahal sebenarnya Isra’ dan Mi’raj merupakan dua peristiwa yang
berbeda, seperti yang sudah dijelaskan di atas.
3. Sidratul Muntaha:
Sidratul Muntaha berasal dari kata sidrah dan muntaha. Sidrah adalah
pohon Bidara. Sedangkan muntaha berarti tempat berkesudahan, sebagaimana
kata ini dipakai dalam ayat berikut:
Kemudian akan diberi balasan
kepadanya dengan balasan yang paling sempurna, dan bahwasanya kepada
Tuhanmulah kesudahan (segala sesuatu), QS An-Najm, 53:41-42.
Dengan demikian, secara bahasa Sidratul Muntaha berarti pohon Bidara
tempat berkesudahan. Disebut demikian karena tempat ini tidak bisa
dilewati lebih jauh lagi oleh manusia dan merupakan tempat diputuskannya
segala urusan yang naik dari dunia di bawahnya maupun segala perkara
yang turun dari atasnya.
Istilah ini disebutkan sekali dalam Al-Qur’an, yaitu pada ayat:
Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, (yaitu) di Sidratil Muntaha. QS. An-Najm, 53:13:14.
Sidratul Muntaha digambarkan sebagai pohon Bidara yang sangat besar,
tumbuh mulai Langit Keenam hingga Langit Ketujuh. Dedaunannya sebesar
telinga gajah dan buah-buahannya seperti bejana batu, sebagaimana
diutarakan dalam hadits: Dari Anas bin Malik, dari Malik bin Sha’sha’ah,
dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam.
Diapun menyebutkan hadits Mi’raj, dan di dalamnya: “Kemudian aku
dinaikkan ke Sidratul Muntaha”. Lalu Nabiyullah Shallallahu Alaihi wa
Sallam mengisahkan: “Bahwasanya daunnya seperti telinga gajah dan bahwa
buahnya seperti bejana batu”. Hadits telah dikeluarkan dalam
ash-Shahihain dari hadits Ibnu Abi Arubah. HR al-Baihaqi (1304). Asal
hadits ini ada pada riwayat al-Bukhari (3207) dan Muslim (164).
Jika Allah memutuskan sesuatu, maka “bersemilah” Sidratul Muntaha
sehingga diliputi oleh sesuatu, yang menurut penafsiran Ibnu Mas’ud
radhiyallahu anhu adalah “permadani emas”. Deskripsi tentang Sidratul
Muntaha dalam hadits-hadits tentang Isra Mi’raj tersebut hanyalah berupa
gambaran (metafora) sebatas yang dapat diungkapkan kata-kata.
Hakikatnya hanya Allah yang Maha Tahu.
Kalau kita lihat dan simak bersama surat Al-Isra ayat pertama:
سُبْحَانَ
الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى
الْمَسْجِدِ الأقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ
آيَاتِنَا إِنَّه هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ (١)
Artinya:
Maha suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya
pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah
Kami berkahi sekelilingnya [1] agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian
dari tanda-tanda (kebesaran) kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha
mendengar lagi Maha mengetahui.
[1] Maksudnya: Al Masjidil Aqsha dan daerah-daerah sekitarnya dapat
berkat dari Allah dengan diturunkan nabi-nabi di negeri itu dan
kesuburan tanahnya.
Kata ‘Subhan’ diartikan Maha Suci, sepertinya kurang pas dengan
kontek Isra’ yang merupakan Perjalanan dari satu tempat ke tempat lain.
Hemat saya, ya kembali saja ke makna dasarnya. Kata ‘subhan’
berangkat dari kata ‘sabaha’ artinya berenang. Jadi ‘subhan’ mestinya ya
renang atau sepadan itu.
Jadi kalau Allah meng israa’ kan Rasulullah SAW wajar, karena Allah memang Maha Menggerakkan, bukan sekedar maha suci.
Bagimana bila kita pahami via kontek sains? Perlu diketahui, beberapa
kesepakatan ilmiah di kalangan saintis, khususnya fisikawan bahwa ada
hal-hal ganjil yang akan terjadi bila benda berada pada kecepatan
tinggi. Konsep ini disebut Relativitas (khususn dan umum) oleh sang
penemunya yakni simbah Einstein.
Relativitas, adalah teori yang saat ini menjadi pusat ilmu
pengetahuan. Teori ini terdiri atas Relativitas Khusus dan Umum. Dua
teori ini pun memiliki sejarah yang berbeda.
Relativitas Khusus diterima dalam beberapa tahun setelah
Albert Einstein
mengumumkannya. Dan ini terjadi di tengah derasnya peristiwa-peristiwa
ilmiah, dan karena ini menjawab pertanyaan yang membingungkan banyak
ilmuwan. Teori ini juga memiliki kegunaan dalam bidang-bidang utama
riset yang dilakukan saat itu, seperti fisika nuklir dan mekanika
kwantum. Saat ini, relativitas khusus menjadi alat sehari-hari bagi para
ahli fisika yang meneliti susunan materi dan gaya yang menyatukannya.
Relativitas Umum berlaku dalam skala yang jauh lebih besar, pada
bintang-bintang, galaksi, dan ruang angkasa yang luas. Dibutuhkan waktu
lebih lama untuk diterima, karena teori ini tampaknya tidak memiliki
kegunaan prakltis. Einstein menggunakannya untuk menjelaskan
kesederhanaan dan tatanan di balik alam semesta. Teori ini baru dapat
diuji tahun 1960-an setelah akselerator partikel raksasa dan perlatan
lain ditemukan menjadi lebih kuat.
Relativitas khusus meramalkan bahwa ketika sebuah objek mendekati
kecepatan cahaya, maka akan terjadi hal-hal ganjil sebagai berikut:
1. Waktu melambat:
Ini disebut dilatasi waktu. Ini diamati tahun 1941 dalam ekperimen partikel atom berkecepatan tinggi yang disebut
muon.
Ini juga ditunjukkan tahun 1971, ketika jam yang amat sangat akurat,
diterbangkan dengan cepat keliling dunia di atas pesawat terbang jet.
Setelah dua hari,jam itu berkurang sepersekian detik dibandingkan dengan
jam yang sama di permukaan bumi, karena jam itu bergerak lebih cepat.
2. Objek mengecil.
Objek yang bergerak mendekati kecepatan cahaya, akan mengalami
pemendekan sesuai arah geraknya. Kalau roket antariksa bisa bergerak
dengan separoh
kecepatan cahaya, panjangnya akan sekitar enam per tujuh panjang aslinya di landasan luncur. Efek ini sudah diteliti sejak tahun 1890-an.
3. Massa objek bertambah.
Ini artinya objek akan bertambah berat. Ini sudah diperlihatkan
berulang kali dengan eksperimen partikel yang bergerak dengan kecepatan
tinggi seperti
elektron. Dari ide inilah Eistein mengembangkan rumus terkenalnya E = mc².
Mungkinkah manusia bisa bergerak secepat cahaya? Seiring bertambahnya
massa orang tersebut, maka gaya yang dibutuhkan untuk membuatnya
bergerak lebih cepat lagi juga terus bertambah. Pada hampir kecepatan
cahaya, massa akan begitu besar sampai gaya yang dibutuhkan untuk
memberikan dorongan ekstra itu akan sangat besar sampai mustahil.
Akibatnya kecepatan cahaya tidak akan benar-benar tercapai.
Lalu, bagaimana sebenarnya Rasulullah SAW ber ‘Isra’ wal Mi’raj..?
Pertama, yang ingin saya uraikan disini adalah istilah Buroq. Buroq
dipercaya oleh sebgian kita, sebagai tunggangan (alat transportasi
utama) Rosulullah SAW saat melakukan perjalanan Isra’ wal Mi’raj.
Selama ini istilah
Buroq diartikan sebagai sejenis hewan
katakanlah kuda yang berkaki empat dan berkepala manusia. Berikut antara
lain penjabaran istilah Buroq, dalam
Mushonnif Ibnu Abi Syaibah, juz: 8, hal: 446:
(8)
حدثنا علي بن مسهر عن أبي إسحاق الشيباني عن عبد الله بن شداد قال : لما
أسري بالنبي (ص) أتى بدابة فوق الحمار ودون البغل ، يضع حافره عند منتهى
طرفه ، يقال له (براق)
فمر رسول الله (ص) بعير للمشركين فنفرت فقالوا : يا هؤلاء ما هذا ؟ قالوا :
ما نرى شيئا ، ما هذه إلا ريح ، حتى أتى بيت المقدس فأتي بإنائين في واحد
خمر وفي الآخر لبن ، فأخذ النبي (ص) اللبن فقال له جبريل : هديت وهديت أمتك
– ثم صار إلى مصر.
Dari riwayat di atas, maka istilah Buroq adalah semisal peranakan keledai dan kuda, yakni
baghal.
Baik kuda maupun keledai memiliki kaki empat, hanya dalam
pengejawantahan para ulama (pedesaan) selama ini, kepala Buroq adalah
bewujud kepala manusia yang sangat tampan,
wa Allahu a’lamu.
Nah, mari kita maknai Buroq dengan lebih mendasar. Sebuah makna yang
memiliki dasar, baik aqli (nalar) lebih2 naqli (syar’i)nya. Lalu dengan
adanya pemahaman Buroq yang lebih pas, kita akan mencoba melihat
kebenaran Isra’ wal Mi’raj ini.
Buroq berasal dari kata ”
براق “, dan kata ini berangkat dari kata dasar “
برق” yang berarti kilatatau petir, yakni percikan cahaya. Jadi “
براق”
adalah cahaya, atau dengan kata lain,Sarana Transportasi Rosulullah SAW
saat Isra’ wal Mi’raj adalah Pesawat dengan Kecepatan Cahaya.
Berangkat dari beberapa efek relativitas di atas, bahwa satu hal yang
pasti adalah semua efek yang timbul akibat adanya teori Relativitas
simbah Einstein belum final secara frontal. Dilatasi waktu misalnya
memang sudah dibuktikan lewat perangkat jam digital super sensitif,
namun dampak masih sangat bertambah entah semakin melambat atau malah
justru akan mengalami titik balik dan lalu bukan melambat tetapi
bertambah cepat, semuanya hanya Sang Pencipta semua hukum alam ini-ALLAH
SWT, yang Maha Tahu. Begitu pun 3 efek lainnya.
Cahaya sendiri sebagai sebuah paket energi dalam teori kuantum,
ternyata merupakan bagian dari gelombang elektromagnetik. Gelombang
elektromagnetik sangat mungkin memiliki beragam kecepatan, terlebih bila
melalui medium berbeda. Jadi bisa jadi ketika malam Isra’ wal Mi’raj,
medium alam ini mengalami penurunan indeks bias, sehingga laju sang
Buroq menjadi sangat cepat.
Cahaya, seperti yang kita pahami memiliki kecepatan 300.000.00 m/s.
Dengan kecepatan ini saja, sang Buroq sudah mampu berkeliling Bumi
sebanyak 8 kali dalam satu detik. Maka jarak Mekkah-Palestina saat
Rosulullah SAW berisra’ yang hanya kl 1.250 km, sangat mungkin terjadi.
Selanjutnya, berapa lebar atau panjang alam semesta ini, berapa jauh Rosulullah SAW melintasi tujuh lapis langit..?
Pertayaan ini sukar untuk dijawab, sebab Alam Semesta sedang
mengembang. Jadi tergantung sisi pandang mana pertanyaan tentang lebar
alam semesta ini ditanyakan…